Perjalanan Jilbab
Tulisan ini sekedar mengulas singkat mengenai perkembangan jilbab dari masa ke masa.
Jilbab
 yang kini telah menjadi tren fashion tersendiri memiliki sejarah yang 
cukup panjang. Jika ditarik beberapa tahun ke belakang, berbagai kasus 
tentang pelarangan jilbab banyak terjadi di negara-negara sekuler. 
Bahkan pada dekade 80-an, di Indonesia juga terjadi kasus serupa. Maka 
tesis ini mencoba menampilkan serangkaian penelitian mengenai hal 
tersebut dan mengidentifikasi dampaknya di masa sekarang.
“  Hai
 Nabi, katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan 
istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke 
seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah 
dikenali agar mereka tak di ganggu. Dan Alah Maha Pengampun lagi Maha 
Penyayang.” ( QS. Al Ahzab ayat 59).
Qur’an
 Surat Al Ahzab ayat 59 menjadi landasan para muslimah memakai jilbab, 
ini merupakan kewajiban dari Allah Swt. Sebagian ulama meyakini, bahwa 
kewajiban memakai jilbab ini harus di lakukan ketika seorang perempuan 
muslim menginjak usia akil baligh, dan bila tidak mengenakannya maka ia 
berdosa.Sejak ayat ini diturunkan, hingga hari ini. Kewajiban memakai 
jilbab tersebut tak pernah berubah. Sebagian orang menganggap bahwa 
jilbab adalah warisan budaya dari Arab Saudi, sehingga tak wajib bagi 
orang di luar Negara tersebut. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai 
simbol keagamaan dan pengukur ketakwaan seseorang. Namun, yang disebut 
terakhir masih perlu di kaji ulang dalam hal relevansinya di kehidupan 
sehari-hari. 
Penggunaan jilbab sebagai suatu kewajiban agama, menjadi sorotan publik dari masa ke masa.  Orang-orang
 non muslim banyak mengira bahwa jilbab adalah pengungkungan tradisi 
terhadap kaum wanita sehingga harus dilarang, adapula yang menganggapnya
 sebagai simbol keagamaan yang destructing jika dipakai dalam 
ranah publik seperti pemerintahan, sekolah, atau kemiliteran. Maka, 
Negara-negara sekuler seperti Perancis, mulai memberlakukan larangan 
memakai jilbab di wilayah publik Negara mereka. Sebagai bukti dari 
pemerintahan mereka yang sekuler, yang memisahkan antara unsur-unsur 
agama dan Negara. Namun hal ini justru mengundang protes dari masyarakat
 muslim di seluruh dunia. Masyarakat muslim 
berbondong-bondong melakukan protes dan demo atas hal ini, berbagai cara
 di tempuh untuk membebaskan para muslimah berjilbab dari pelarangan 
ini. Dari dialog damai, hingga demo di tengah jalan. 
Di
 Indonesia sendiri pun pernah terjadi hal serupa, ketika kasus-kasus 
diskriminasi siswi berjilbab mulai marak di sekolah-sekolah dan 
perguruan tinggi negeri. Protes dan dukungan terhadap para korban terus 
mengalir. Bahkan dalam beberapa kasus sampai di angkat ke meja hijau, 
dialog dengan menteri agama, sampai demo-demo di pinggir jalan. Media 
massa juga menyoroti hal ini. Pemerintahan masa orde baru terlalu takut 
akan pengaruh jilbab terhadap keberlangsungan Negara, mereka menganggap 
jilbab sebagai simbol dari gerakan reformis tertentu. Padahal mayoritas 
penduduk Indonesia adalah muslim. Dialog dan diskusi panjang di lakukan 
untuk menengahi persoalan ini. Rupanya para muslimah ini tak mau begitu 
saja menuruti perintah dari petinggi-petinggi di skeolah untuk melepas 
jilbab dengan alasan keamanan dan stabilitas sosial. Mereka terus 
berupaya menjcari jalan keluar dengan menghubungi departemen pendidikan 
dan menempuh jalur hukum untuk mendapatkan hak mereka belajar di sekolah
 yang terampas karena jilbab yang mereka pertahankan membuat merekaa 
dikeluarkan dari sekolah. Hingga turunlah SK Dirjen Dikdasmen 
No.100/C/Kep/D/1991 tentang pakaian sekolah yang mengijinkan para siswi 
muslim mengenakan jilbab ke sekolah. 
 
Komentar
Posting Komentar