makalah tasawuf


PEMBAGIAN TASAWUF
Dosen: Asep Usman Ismail
Fitriyani ( 210000005)

Pendahuluan
Secara garis besar, sebagaimana perkembangan awalnya, perjalanan tasawuf dalam menuju kemapanannya tidak lepas dari pengaruh agama-agama filsafat dan budaya di setiap zaman yang berbeda-beda. Oleh karenanya, para peneliti membaginya menjadi tiga bagian: tasawuf dieni, tasawuf falsafi dan tasawuf dieni wa falsafi atau tasawuf falsafi wa dieni.
Disebut tasawuf dieni, karena nampak di dalamnya perpaduan antara agama-agama, baik agama-agama samawi ataupun agama-agama kuno belahan Timur.Sedangkan tasawuf falsafi, tasawuf yang sudah dikenal di belahan timur dan belantara khazanah filsafat Yunani dan Eropa di zaman pertengahan dan modern.Adapun tasawuf ketiga merupakan campuran antara tasawuf agama-agama dan tasawuf falsafi. (Sayyid Muhammad ‘Aqîl bin ‘Ali al-Mahdali, hal. 31).Kemudian para peneliti tasawuf mengembangkan lebih rinci lagi mengenai pembagian ini, dimana dalam konteks Islam, tasawuf dibagi lagi menjadi empat bagian: tasawuf sunni, tasawuf falsafi, tasawuf salafi dan tasawuf amali atau tasawuf ashhâbut thuruq.(Lihat Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal. 32)
1.      Tasawuf Qur’ani
 Karena tasawuf merupakan jalan menuju Allah,untuk mendekatkan diri kepada Allah,maka rujukan pertama dan terutama yang harus dilihat adalah Alqur’an yang merupakan surat cinta dari Allah untuk umat manusia. Dengan memahami nilai-nilai yang ada dalam Alqur’an dan mengaplikasikannya dalam kehidupan maka di harapkan seseorang itu akan lebih dekat dengan Allah. Tasawuf yang mengacu kepada nilai-nilai alqur’an dalam usahanya untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut Tasawuf Qur’ani.
Sahl at-Tusturi pernah mengatakan: “Pokok ajaran kami adalah berpegang teguh kepada Al-Qur’an, mengamalkan sunnah, makan makanan yang halal, mencegah menyakiti orang lain, menjauhi yang tidak baik, bertaubat dan menunaikan hak-hak. Lalu Imam an-Nawawi mengatakan: “Pokok ajaran tarikat tasawuf ada lima: bertakwa kepada Allah baik tersembunyi ataupun terang-terangan, mengikuti sunnah baik perkataan ataupun perbuatan, berpaling dari akhlak tercela dihadapan atau dibelakang, ridha terhadap pemberian Allah sedikit ataupun banyak dan kembali ke jalan Allah dalam suka dan duka. Imam Ahmad pun menasihati anaknya (Abdullah bin Ahmad): “Wahai anakku wajib bagimu duduk bersama mereka, yaitu suatu kaum yang dapat memberikan kepada kita banyaknya ilmu, taqarrub kepada Allah (murâqabah), timbulnya rasa takut, hidup zuhud dan tingginya cita-cita, seraya beliau mengatakan: “Lâ a’lamu aqwâman afdhalu minhum” (aku tidak tahu ada kaum yang lebih utama daripada mereka).” (Sayyid al-Murâbith bin Abdurrahman al-Abyîri, Al-Firaqul Islâmiyyah bainal Qadîm wal Hadîts, 2007, hal. 148)
2.      Tasawuf Sunni
Asketisme(zuhud) adalah cikal bakal tumbuhnya tasawuf,sedangkan kemunculan asketisme sendiri adalah bersumber dari ajaran islam. Pemahaman dan pengalaman asketisme yang berkembang sejak abad pertama hijriah,benar-benar berdasarkan islam,baik yang bersumber dari Alqur’an,Sunnah maupun kehidupan sahabat nabi.
Asketisme yang tadinya tidak lebih dari sesuatu yang bersifat praktis dalam kehidupan,kemudian berkembang menjadi konsep-konsep yang sistematis-teoritis dengan tetap berpegang teguh kepada Alqur’an dan Sunnah serta kehidupan para sahabat. Di sisi lain,asketisme sebagai ide yang berakar pada ajaran islam,lebih terfokus pada pembicaraan dan pembinaan moral,baik moral kepada Allah maupun moral kepada diri sendiri serta kepada sesama umat manusia.
Sulit dipastikan waktu yang tepat tentang kapan peralihan asketisme ke sufisme,tetapi yang pasti,bahwa sufisme yang awal adalah sufisme yang tetap konsisten dan komitmen dengan prinsip-prinsip islam. Oleh karena sifat-sifatnya yang demikian maka tasawuf tipe yang awal dapat diterima sebagian besar ulama terutama para ulama yang tergolong Ahlusunnah. Inilah salah satu sebab tasawuf tipe ini dinamakan tasawuf sunni.
            Yang dimaksud tasawuf sunni adalah tasawuf yang dibatasi sumber pengambilannya dari kitabullâh dan sunnah, dimana mereka menyelaraskan segala sesuatu atas pertimbangan keduanya. Maka tidak salah kalau dikatakan pertimbangan tasawufnya adalah pertimbangan syari’ah.Bermula dari hidup zuhud, lalu menjadi seorang shûfi dan berhenti pada akhlak. Gambaran puncak tasawuf ini disempurnakan oleh Abu Hamid al-Ghazali, maka jadilah tasawuf ini bagian dari thariqat ahlus sunnah wal jama’ah.Sejauh mana tasawuf ini menjadikan sumber ajaran?, kalaulah istilah ini disetujui, maka akan ditemukan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa ‘negeri akhirat lebih baik dibandingkan dunia.’ Demikian pula dengan hadits-hadits Rasulullah mengenai pentingnya zuhud, dimana zuhud merupakan elemen dasar (the basic element) metodologi umum pendidikan seorang muslim. (Lihat Muhammad as-Sayyid al-Galind dalam Min Qadhaya at-Tasawuf fî Dhauil Kitâb was Sunnah)
            Diantara sufi yang berpengaruh dari aliran tasawuf sunni dengan pokok-pokok ajarannya ialah sebagai berikut
·         Hasan Al Bashri
Dasar pendiriannya yang paling utama adaalah zuhud terhadap kehidupan dunawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.
·         Rabiah Al Adawiyah
Ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf.Cinta murni kepada Tuhan merupakan puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis.
·         Dzu Al Nun Al Misri
Jasanya yang paling besar dan menonjol dalam dunia tasawuf adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju Allah,yang disebut Al maqomat. Beliau banyak memberikan petunjuk arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan Pandangan sufi.
·         Abu Hamid Al-Ghazali
Inti tasawuf Al Ghazali adalah jalan menuju Allah atau ma’rifatullah. Oleh karena itu,serial Al maqomat dan al ahwal,pada dasarnya adalah rincian dari metoda pencapaian pengetahuan mistis.

3.      Tasawuf ‘Amali
Yang disebut tasawuf ‘amali adalah Keseluruhan rangkaian amalan lahiriah dan latihan olah batiniah dalam usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah,yaitu dengan melakukan macam-macam amalan yang terbaik serta cara-cara beramal yang paling sempurna. Menurut para sufi,ajaran agama itu mengandung dua aspek,lahiriah dan bathiniyah. Secara rinci,kedua aspek tersebut dibagi kedalam empat bidang sebagai berikut:
a)      Syari’at,diartikan sebagai kualitas amalan lahir formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui Alqur’an dan Sunnah. Syari’at adalah hukum-hukum formal atau amalan lahiriah yang berkaitan dengan anggota jasmaniah manusia,sedangkan syari’at sebagai fiqih dan syari’at sebagai tasawuf tidak dapat dipisahkan karena yang pertama adalah sebagai wadahnya dan yang kedua sebagai isinya. Kerna itu ditegaskan, Seorang yang salik tidak mungkin memperoleh ilmu batin tanpa mengamalkan secara sempurna amalan lahiriahnya.
b)      Thariqot,kalangan sufi mengartikan thariqat sebagai seperangkat serial moral yang menjadi pegangan pengikut tasawuf dan dijadikan metoda pengarahan jiwa dan moral.
c)      Hakikat,dalam dunia sufi hakikat diartikan sebagai aspek bathin dan dari syari’at,sehingga dikatakan hakikat adalah aspek yang paling dalam dari setiap amal,inti dan rahasia dari syariat yang merupakan tujuan perjalanan salik.
d)      Ma’rifat,berarti pengetahuan atau pengalaman. Dalam istilah tasawuf,diartikan sebagai pengenalan langsung tentang Tuhan yang diperoleh melalui hati sanubari sebagai hikmah langsung dari ilmu hakikat.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa Yang dimaksud tasawuf ‘amali, adalah pola tasawuf yang dilakukan para penganut tarekat (ashhâbut turuq) seperti mengedepankan mujâhadah, menjauhkan sifat tercela, memutuskan hubungan dengan yang lain dan menghadap Allah dengan sepenuh cita-cita.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa kaidah dan adab yang dirinci secara klasikal seperti hubungan murid dengan gurunya, ‘uzlah, khalwat, al-jû’ (berlapar-lapar), as-sahr (bermalam-malam/ begadang), as-shumt (berdiam diri) dan dzikir

4.      Tasawuf Akhlaqi
Pada mulanya tasawuf itu ditandai dengan ciri-ciri psikologis dan moral,yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia dalam upaya menciptakan moral yang sempurna. Dalam pandangan sufi,ternyata manusia depedensia kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi,bukan manusia yang mengendalikan hawa nafsunya. Kenikmatan hidup di dunia menjadi tujuan,bukan lagi sebagai jembatan emas menuju kebahagiaan sejati.efek dari pandangan hidup seperti ini emnuju kearah pertentangan manusia dengan sesama manusia,sikap ethnosentrisme,egoisme,persaingan tidak sehat,sehingga manusia lupa kepada eksistensialnya sebagai hamba Allah. Karena ekspresi manusiawinya  sebagian besar dihabiskan untuk persoalan-persoalan duniawi,menyebabkan ingatan dan perhatiannya jauh dari Tuhan..
Menurut orang sufi,Untuk merehabilitir sikap mental yang tidak baik tidak akan berhasil apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah sebabnya,pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf,seorang kandidat diharuskan melakukan amalan dan latiha yang cukup berat,tujuannya adalahuntuk menguasai hawa nafsu,untuk menekan hawa nafsu sampai ke titik terendah dan bila memungkinkan mematikan hawa nafsu itusama sekali.
Sistem pembinaan akhlak itu mereka susun sebagai berikut:
v  Takhalli,yakni mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap duniawi
v  Tahalli,membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik
v  Tajalli,terungkapnya nur gaibbagi hati
v  Munajat,melaporkan diri kehadirat Allah atas segala aktifitas yang dilakukan
v  Zikrul maut,ingatan yang berkepanjangan tentang mati akan memancing rasa keTuhanan yang semakin dalam.
Tokoh-tokohnya tasawuf akhlaki ini antara lain:
-          Haris Al Muhasabi(w.243 H) adalah salah seorang sufi yang populer dalam pembahasan tasawuf akhlaki melalui konvergensi  antara syariat dan akhlak. Ia menegaskan bahwa segala sesuatu mempunyai substansi,substansi manusia dan akal budi yang disertai moralitas dan substansi akal adalah kesabaran.
-          Al Sirri Al Saqathi( w.257 H) pendapatnya yang populer  ialah bahwa kekuatan yang paling tangguh ialah kemampuan mengendalikan diri. Seseorang yang mampu mengendalikan dirinya ,niscaya tidak akan sanggup mengendalikan orang lain.
-          Al Kharraj( w.277 H) ,orang pertama yang menulis konsep-konsep dasar tentang sifat-sifat terpuji yang kemudian menjadi rujukan sufi-sufi selanjutnya.
-          Sahl Al Tutsuri ( w. 293 H) dengan ajarannya yang rinci tentang ikhlash serta hal-hal yang merusak perbuatan.
5.      Tasawuf Salafi

Yang dimaksud tasawuf salafi adalah tasawuf yang digagas oleh sekumpulan tokoh ulama salaf seperti Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Corak tasawuf ini menyerupai tasawuf sunni dalam segala urusannya, terutama dalam pentingnya berpegang terhadap kitâbullah dan sunnah, serta dalam hal tercelanya faham ittihad, hulul, wihdatul wujud, maqâmat dan ahwal.
Sebenarnya, istilah tasawuf salafi merupakan istilah pembelaan dari kelompok shûfi yang ingin menegaskan bahwa tidak benar orang yang berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari luar Islam dengan mengedepankan Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai tokoh penggagasnya, sehubungan keduanya merupakan tokoh puritanisme Islam. Hal ini dapat dilihat dari pembelaan Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim (pendiri dan syaikh tarikat al-‘Asyirah al-Muhammadiyah al-Syadziliyyah dan komisi pembaruan sufi serta ikatan tarikat-tarikat yang ada di Mesir). Menurutnya: “Dasar-dasar tasawuf terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tak dapat dipungkiri, bahkan oleh mereka yang agak minim tentang Islam. Tak ada seorang pun dari kalangan Muslim yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil kutipan dari kitab suci Budha, Majusi, dan Rahbaniyyah. Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran selain Islam adalah sebuah pendapat yang sembrono, berlebih-lebihan dan penuh kebohongan.Jika yang dimaksud dengan tasawuf adalah filsafat yang asing dari akidah dan syari’at, maka hal tersebut memang benar, namum filsafat tersebut tidak ada hubungannya dengan tasawuf Islami.Jika ada yang menjadikan mereka (para ahli filsafat) sebagai dasar untuk menghujat dan menghukumi kesesatan tasawuf dengan sebab kesesatan perilaku beberapa oknum yang mengatas namakan tasawuf, maka hal tersebut merupakan sebuah pemutar balikan fakta yang sebenarnya. Menghukumi seseorang atas kesalahan orang lain adalah satu perbuatan yang tercela.” (Lihat Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, 2002, hal.13)
6.      Tasawuf Falsafi  

Yang dimaksud dengan tasawuf falsafi adalah yang bercampur didalamnya antara dzauq shûfiyyah dan nadzhar ‘aqliyyah (perasaan terdalam kaum shûfi dan nalar akal/ filsafat) dengan sumber yang berbeda-beda.Ini merupakan pendapatnya Abul Wafa’ al-Ghanîmi at-Taftâzani, sedangkan DR.‘Ali Sami an-Nasyâr berpendapat bahwa tasawuf ini merupakan campuran antara makna-makna Islam dan falsafat kuno yang dalam falsafat zhahirnya Islami, sementara dalamnya tidak Islami.(Sayyid Muhammad ‘Aqîl, hal. 12).
Para penganut tasawuf macam ini diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtûl (550-580 H.), Ibnu ‘Arabi (560-638 H.), Ibnu Sab’in (614-669 H.) dan yang lainnya.
Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah,juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakan teologi dan filsafat.dari kelompok inilah yang tampil sebagai sufi yang filosofis dan filosof yang sufis. Konsep-konsep tasawuf mereka disebut tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ajaran filsafat yang paling banayak di pergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi neo platonisme dalam semua variasinya.
Selain Abu Yazid Al Bhustami ,tokoh teosofi yang populer dalam kelompok ini dapat ditunjuk Masarrah(w.381 H) dari Andalusi dan sekaligus sebagai perintis.berdasarkan pemahamannya tentang teori emanasi ia berpendapat,bahwa melalui jalan tasawuf manusia dapat membebaskan jiwanya dari cengkeraman badani (materi) dan memperoleh sinar ilahi secara langsung (ma’rifat sejati). orang kedua yang mengkombinasikan teori filsafat dengan tasawuf dapat disebut Suhrawardi al Maqtul(w.578 H) yang berkebangsaan Persia atau Iran. Berangkat dari teori emanasi ia berpendapat,bahwa dengan melalui usaha keras dan sungguh-sungguh seperti apa yang dilakukan para sufi,seseorang dapat membebaskan jiwanya dari perangkap ragawi untuk kemudian dapat kembali ke pangkalan pertama yakni alam malakut atau alam ilahiyat. Konsepsi lengkap teori ini kemudian dikenal dengan nama al Isyraqiyah yang ia tuangkan dalam karya tulisnya al Hikmatul Isyraqiyah. Bersumber dari prinsip yang sama  al Hallaj(w.308 H) mengformulasikan teorinya dalam doktrin al Hulul,yakni perpaduan insan dengan Tuhan secara Rohaniyah atau antara Mahluk dengan Al Khaliq.
7.      Neo Sufisme

Terminologi Neo sufisme pertamakali di munculkan oleh pemikir muslim kontemporer yakni Fazlur Rahman dalam bukunya” Islam”. Kemunculan istilah itu tidak begitu saja diterima para pemikir muslim ,tetapi justru memancing polemik dan diskusi yang luas. Sebelum Fazlur,sebetulnya di Indonesia Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya “ Tasawuf Modern ” tetapi dalam buku ini tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan isi buku ini,terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf Al Ghazali kecuali dalam hal ‘uzlah. Kalau al Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat maka Hamka justru menghendaki agar seseorang pencari kebenaran hakiki tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarkat.
Menurut fajlur Rahman,perintis apa yang ia sebut sebagai neo sufisme adalah ibnu Taimiyah(w.728 H) yang kemudian diteruskan oleh muridnya Ibnu Qoyyim,yaitu tipe tasawuf yang terintegrasi dengan syari’ah. Apabila benar demikian ,maka muatan dari yang disebut neo sufisme itu sudah sejak abad 8 H ,tapi kenapa baru abad dua puluh ini diangkat sebagai neo sufisme.Kebangkitan kembali sufisme di dunia islam dengan sebutan neo sufisme,nampaknya tidak bisa dipisahkan dari apa yang disebut sebagai kebangkitan agama sebagai penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan kepada sains dan teknologi selaku produk era modernisme.
Neosufisme mengalihkan pusat pengamatan kepada rekonstruksi sosio moral masyarakat muslim,sedangkan sufisme terdahulu terkesan lebih bersifat individual dan “hampir” tidak melibatkan diri dalam hal-hal kemasyarakatan. Oleh karena itu karakter keseluruhan neisme adalah puritanis dan aktivis.
Sikap puritanis pendukung neo sufisme menyebabkan berseberangan dengan paradigma sufisme terdahulu yang mengarahkan pengikutnya untuk membenci duniawi sehingga mereka pasif. Berlainan dengan neo sufisme,yang malahan mendorong dan memotivasi pengikutnya agar aktif dan kreatif dalam kehidupan ini,baik yang bersifat karya-karya praktis maupun dalam kreatifitas intelektual. Menurut al Qusyasyi(w.1071 H),sufi yang sebenarnya bukanlah yang mengasingkan diri dari masyarakat,tetapi sufi yang yang teteap aktif dalam kehidupan masyarakat dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Penutup
Demikianlah sejarah menunjukkan,bahwa sufisme tidak pernah tercerabut dari akar keislaman. Maka seirama dengan abad kebangkitan umat islam,bangkit pula gerakan spiritualis islam,yang oleh Fajlur Rahman dinamai’neo sufisme”,sufisme baru.secara umum terlihat,bahwa ciri utama neo sufisme ini adalah,penekanan pada motif moral melalui penerapan metode zikir dan muraqabah guna “ mendekati “ Allah . tata aturan konsentrasi harus disejajarkan dengan doktrin syariah dan bertujuan untuk memperkukuh keimanan dalam akidah yang benar dan kemurnian hati.selain dari itu, gejala sufisme baru ini adalah menanamkan kembali sikap positif pada duniawi. Dan yangterpenting,nampaknya gerakan ini –sampai batas tertentu- mengakui kebenaran klaim sufisme intelektual ,dan menerima ilham intuitif atau al kasyf tetapi tingkat kebenarannya tidak otomatis mutlak.
Islam tidak mungkin di aktualkan hanya dengan kecanggihan rasional,sebagaimana tidak mungkinnya bila hanya dengan kelembutan hati nurani. Islam akan bisa difahami dan diaktualkan secara utuh dengan mengerahkan segenap ekspresi insani,yang esoteris,yang garang dan yang lembut.
Wallahu ‘alam bisshawab.
Saat diskusi berlangsung,tepatnya ketika makalah telah selesai dipresentasikan beberapa peserta diskusi mengajukan beberpa pertanyaan  diaantaranya:
·         Joko arizal mempertanyakan perbedaan tasawuf Qur’ani  dan tasawuf salafi serta perbedaan tasawuf falsafi dan theosofi.
·         Jawaban: perbedaan theosofi dan tasawuf falsafi ialah bahwa theosofi merupakan filsafat ketuhanan yang mengakui eksistensi Tuhan dengan mengemukakan bukti-bukti keberadaan Tuhan,jadi theosofi hanya bersifat menjabarkan tentang Tuhan yang berangkat darikeragu-raguan akan adanya Tuhan.sedangkan tasawuf falsafi berangkat dari kepatuhan terhadap Tuhan yang kemudian menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mendkatkan diri kepada Tuhan.
·         Ahmad Hayat menanyakan periodisasi Tahun tasawuf pada tahap awal,serta penjelasan tentang tokoh tasawuf sunni
·         Jawaban: masalah periodisasi bisa dibaca sendiri di buku-buku tasawuf dan mengenai tokoh sunni yang tidak dijelaskan secara rinci karena memang pada makalah-makalah selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam. Jadi pada makalah ini hanya dibahas secara singkat saja.
·         M. Luthfi Ghozali mengajukan pertanyaan bagaimana pandangan para tokoh tentang konsep mursyid dalam tasawuf dan mengapa di indonesia tasawuf identik dengan thariqot
·         Jawaban: mursyid dibutuhkan untukmembimbing murid menjalani ajaran tasawuf agar tak tersesat dalam mempelajari tasawuf.
·         Wildan menanyakan apa dasar pemikiran yang melatar belakangi timbulnya neosufisme
·         Jawaban: neosufisme muncul sebagai akibat dari penolakan terhadap kepercayaan yang berlebihan terhadap sains dan teknologi yang merupakan produk era modernisme. Selain itu neo sufisme juga menolak paham para sufi terdahulu yang mengasingkan diri dari masyarkat dan hanya beribadah untuk kehidupan akhirat,paham neosufisme mengajarkan bahwa kita harus amar ma’ruf nahi munkar dalam membina masyarakat. 


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Prof.H.A. Rivay siregar.Tasawuf:dari sufisme klasik ke neo sufisme. Jakarta. Raja Grafindo Persada.2002
Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain dan DR Abdullah Musthofa Numsuk, Kesesatan Sufi, Tasawuf Ajaran Budha (terj.), Jakarta: Pustaka As Sunnah, tahun 2004.
Muhammad As-Sayyid al Galind, Tasawuf Dalam Pandangan Al Qur’an dan As-Sunnah (terj.), Jakarta : Cendikia Sentra Muslim, tahun 2003
Salim bin Ied Al Hilali, Jama’ah-Jama’ah Islam Ditimbang Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Solo : Pustaka Imam Bukhori, tahun 1989
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi, Jakarta : Hikmah, tahun 1989
Wahiduddin Khan, Kritik Terhadap Ilmu Fiqih, Tasawuf dan Ilmu Kalam (terj.), Jakarta : Gema Insani Press, tahun 1994
Shalih bin Fauzan Ali Fauzan, Heboh Tasawuf (terj.), Sukoharjo : Darul Iman, tahun 2003
Abuddin Nata, MA, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Rajawali Press, tahun 1993
Asmaran AS, MA.,Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : Rajawali Pers, tahun 2004










Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW CERPEN “ SALAWAT DEDAUNAN “

Review Film Hamari Adhuri Kahani

Quote dari Buku Sang Alkemis Paulo Coelho