CITA CITA BARUKU ^_^




Hari ini saya akan membagi apa yang terlintas di pikiran saya ketika membaca buku Indonesia Mengajar yang merupakan kumpulan tulisan Pengajar Muda angkatan pertama. Banyak kisah mengharukan di buku ini, ada pula yang menerbitkan tawa, namun lebih sering membuat decak kagum di dalam hati saya. Salah satu kisah dalam buku itu membangkitkan kenangan masa kecilku. Judulnya Hari Ini Tak Semua Muridku “Turun” , ditulis oleh Mutia Hapsari, Pengajar Muda yang ditempatkan di Paser. Dalam tulisan tersebut ia menceritakan bahwa muridnya banyak yang sering tak hadir di sekolah karena membantu orang tua di kebun atau di sawah, minimnya kepedulian orang tua mengenai masalah pendidikan anak-anaknya dan lebih mementingkan menggunakan tenaga anak-anak untuk membantu keluarga mencari nafkah. 

Kisah tersebut mengingatkan saya pada masa kecil saya yang terpaksa harus membolos sekolah jika masa panen tiba,
karena orangtua saya akan ikut menjadi buruh tani memanen padi dengan imbalan sekarung padi jika berhasil memanen lima karung padi. Kakak saya yang lelaki juga ikut bolos sekolah, membantu orangtuaku di sawah sedangkan aku bertugas menjaga adik-adikku yang masih kecil dan mengurus rumah saat orangtuaku di sawah.

Hal tersebut berlangsung hingga aku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Masa panen tiba bersamaan dengan akan dilangsungkannya lomba gerak jalan tingkat kecamatan yang selalu dilaksanakan tiap tahun bertepatan dengan hari kemerdekaan indonesia, sekolahku tentu saja ikut. Dari awal, aku yang menggalang teman teman sekelasku agar mau membentuk kelompok dan latihan gerak jalan setiap hari, susah sekali mengatur mereka agar rapi dan supaya disiplin latihan. Hari lomba semakin dekat, namun aku harus bolos sekolah dan bolos latihan karena masa panen tiba dan aku diwajibkan menjaga rumah, memasak dan menjaga adikku yang masih balita. 

Aku tak keberatan dengan tugas tersebut, akan tetapi imbas dari ketidakhadiranku di sekolah membuatku di ‘buang’ dari kelompok gerak jalan yang akan mengikuti lomba. Aku sedih bukan main, posisiku telah digantikan oleh orang lain. Padahal yang memprakarsai awalnya adalah aku, tapi dengan mudahnya aku digantikan oleh orang lain hanya karena aku bolos beberapa hari. Latihanku selama berminggu-minggu, ide-ideku untuk membuat yel-yel dan kostum sama sekali tak dihargai. Hingga hari lomba tiba, aku hanya mampu menangis melihat teman-teman sekelasku berlomba dengan mengenakan kostum yang kami rencanakan bersama dan juga yel-yel yang kami buat bersama. Rasanya sungguh menyakitkan. 

Itulah sepenggal kisah tentangku, anak seorang buruh tani musiman yang harus rela tidak sekolah ketika musim panen tiba demi bisa mendapat sekarung padi untuk makan sekeluarga. Membaca kisah dalam buku itu, aku seperti melihat film yang menceritakan masalaluku. Maka, keinginanku untuk ikut Program Indonesia Mengajar semakin besar. Bukan saja karena penggagasnya adalah rektorku sendiri, melainkan karena dari dulu aku selalu ingin mengabdikan diri di pelosok terpencil Indonesia. Aku ingin membagi kisah hidupku pada mereka yang berada di ujung nusantara, pada bintang-bintang kecil yang menunggu siraman cahaya matahari ilmu pengetahuan agar mampu bersinar. Bahwa mimpi milik semua orang dan siapapun bisa mewujudkannya asal punya keinginan. 

Inilah cita-cita baruku, menjadi pengajar muda yang bisa membaktikan diri pada bumi pertiwi. Tapi tentunya aku harus lulus dulu, hehe. Semoga skripsiku lancar, tahun depan di wisuda, dan dua tahun lagi cita-cita ini bisa tercapai. Amin. Doakan aku ya ^_^

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW CERPEN “ SALAWAT DEDAUNAN “

Review Film Hamari Adhuri Kahani

Quote dari Buku Sang Alkemis Paulo Coelho