Aku Jatuh Cinta


Aku jatuh cinta
Yah,
Aku mengakuinya
Pada siapa aku jatuh cinta
Aku akan merahasiakannya,
 Bahkan dari dia
Orang yang telah membuatku jatuh cinta
Mungkin kalian akan bertanya
Mengapa aku memilih memendamnya
Jika aku menjawab karena aku wanita
Yang tak mungkin mengungkapkan cinta lebih dulu
Maka itu akan menodai feminisme yang selama ini kugaungkan
Mencederai kesetaraan gender yang selalu aku koarkan
Baiknya kukatakan pada kalian
Aku memiliki trauma
Seorang teman pernah bilang, manusia adalah mahluk paling traumatik sedunia
Kurasa itu benar sekali
Aku trauma, trauma dengan cinta
Mungkin aku hebat dalam segala hal, tak mau kalah dari siapapun
Selalu jago dalam bidang yang kutekuni
Tapi kalau menyangkut soal cinta,
Ah, malu aku mengatakannya
Aku begitu lemah
Tak punya pengalaman, tak memiliki keberanian
Sejak kecil,
Aku sering diledek oleh teman-teman sekelasku
Gendut, gemuk, mirip gajah, seperti babi
Dan berbagai ledekan lainnya
Semua ledekan itu membekas dalam ingatanku
Mempengaruhi psikologisku sehingga alam bawah sadarku selalu menganggap
Bahwa aku bukanlah seorang mahluk yang indah
Sehingga tak mungkin bagi seseorang untuk menyukaiku
Saat TK, aku naksir pada teman sekelas,
Tapi aku hanya memendamnya
Hingga enam tahun berikutnya
Kami selalu sekelas
Namun tak pernah terucap sekalipun kata cinta dari mulutku untuknya
Sampai kami lulus dan ia meneruskan sekolah ke luar kota
Usia remaja, aku kembali merasakan suka pada lawan jenis
Tapi apalah dayaku?
Aku adalah seorang gadis yang tak bisa berdandan
Disaat semua kawan gadisku sibuk berdandan,
Aku malah membaca buku
Aku menjaga jarak dengan lawan jenis karena takut dosa
Bukan muhrim soalnya
Juga karena pergaulanku dibatasi oleh orangtua
Tersebab banyaknya remaja kampung kami yang terjerumus pergaulan bebas
Hingga saat masuk SMA
Aku jatuh cinta pada seorang ketua Paskibra
Dan ketika itu
Pertama kalinya aku mencoba
Untuk memperjuangkan perasaanku
Membukanya pada orang yang kusuka
Aku lelah selalu memendamnya saja
Aku ingin dia tahu apa yang kurasakan
Aku ingin dia mengerti apa yang kualami
Kukirimi ia sebuah puisi,
Berisi pengungkapan rasa
Dan dia dengan lembut menyapaku
Menyatakan bahwa ia tak bisa menerima cintaku
Hanya ingin fokus pada mimpi dan cita-citanya
Hari itu langit serasa runtuh.
Kakiku seperti tak mampu lagi memijak ke tanah
Setahun berikutnya
Adalah masa-masa yang paling suram di masa remajaku
Aku berkutat dengan bayangannya setiap hari
Menangisi hatiku yang telanjur luka tanpa disakiti
Menyiksa diri dengan mencoba menghapus namanya dari hati
Bahkan sampai hari terakhir aku bertemu dengannya
Dia tak berucap apapun
Hanya memberiku sebuah buku kecil
Berisi surat-surat pilihan dalam Alqur’an dan juga dzikir beserta doa
Tak ada sepucuk pun surat darinya
Bahkan sepatah kata pengantar untuk berpamitan
Tak ada sama sekali
Sebulan berikutnya, kegalauan itu semakin menjadi
Namun apa yang bisa kulakukan
Jika sebuah surat sudah kukirimkan
Namun tak ada balasan
Kusibukkan diri dengan membangun ekskul jurnalis yang hampir mati
Bahkan hingga sukses mendapat piala dalam kurun waktu 3 bulan
Sebuah prestasi yang sebelumnya tak pernah dicapai oleh ekskul ini
Namun hatiku kembali menjadi tumbal
Aku terpikat pada seorang jaka
Seniorku di ekskul tersebut
Yang menyakitkan ia telah memiliki kekasih
Namun kedekatanku dengannya tak bisa dipungkiri
Aku tak mau peristiwa setahun lalu terulang kembali
Mencintai namun tak bisa memiliki
Akhirnya aku memilih
Menjadikannya kakak angkatku
Selama aku bisa tetap dekat dengannya
Aku rela menjadi apa saja
Asalkan bisa berada disampingnya
Asalkan bisa mendengar suaranya kapanpun kumau
Berbincang dengannya kapanpun aku rindu
Yah, akhirnya kulabuhkan hatiku padanya
Memainkan peranku sebagai adik yang manis untuknya
Meski dari segi umur aku lebih tua tiga bulan darinya
Namun ia kakak kelasku, akulah yang memanggilnya Kak
Aku menikmati rasa perih yang mengiringi kedekatan kami
Karena aku tak kunjung bisa mengungkapkan rasa yang sebenarnya tersimpan
Hingga kemudian dia lulus dari sekolah
Kami bisa tetap berhubungan
Ini sungguh menyenangkan
Aku telah mencoba mencari cinta selain dia
Namun hasilnya nihil
Tak ada yang bisa meyakinkanku untuk menerima diriku apa adanya selain dia
Meski kemudian hadir seorang pria
Yang tinggal di bogor sana
Menemukan nomor hpku di sebuah majalah musik
Kemudian rutin menelepon serta sms diriku
Menanti dengan sabar hatiku terbuka untuknya
Ada juga seorang lelaki
Nun jauh di sukabumi
Yang mengaku ingin menjadikanku bidadari dalam hidupnya
Namun tak ada satupun dari keduanya yang mampu membuatku yakin
Karena mereka berdua belum pernah bertemu denganku
Aku tak ingin mendapat penolakan setelah mereka melihat rupaku yang asli
Kemudian si pria bogor menikah, dengan gadis sekampungnya
Dan lelaki sukabumi memilih pergi setelah kunyatakan tidak atas lamarannya
Lalu dia datang
Bujang dari tegal gubug
Yang mendekatiku secara halus
Memberikan semua bantuan untuk meluluhkan hatiku
Hingga akhirnya aku pun terpikat
Ketika ia mengungkapkan rasa
Aku memintanya menunggu
Karena diriku masih terikat pada sebuah sumpah
Bahwa aku takkan pacaran ataupun menikah sebelum umurku 20 tahun.
Ketika itu usiaku baru 19
Namun penolakanku itu malah membuat nestapa jiwaku
Ramadhan di tahun 2010
Aku berjuang keras menahan hatiku
Agar tak terlalu sakit
Hingga aku berada di sini
Di Jakarta, sebagai penerima beasiswa
Aku sering menangis mengingatnya
Baru kali ini aku merasakan begitu sakit mencintai seseorang
Karena ini kali pertama perasaanku terbalas
Namun aku tak bisa jujur karena sumpahku
Akhirnya aku memilih melanggar sumpahku
Agar aku bisa bersama dengannya
Namun rupanya itu adalah pilihan yang salah
Dia membawaku masuk ke jurang kemaksiatan
Hingga aku memilih mengakhiri semuanya
Sebelum terlanjur fatal apa yang kami lakukan
Hanya tiga bulan hubungan ini berjalan
Yang tersisa hanyalah penyesalan
Mengapa aku pernah menerima cintanya
Jika kemudian membuatku jauh dari Tuhan
Dua tahun berselang
Aku masih tetap sendiri
Tenggelamkan diri dalam kesibukan kuliah
Merasakan suka pada beberapa senior di kampus
Tetapi itu semua hanya sepintas lalu
Tak ada yang serius
Tak ada yang bisa mengukir rasa sedalam asa
Sampai akhirnya
Di awal semester enam
Hatiku tertambat pada seseorang
Seseorang yang sudah kukenal hampir tiga tahun
Namun kehadirannya tak pernah kuperhitungkan
Aku selalu menganggapnya anak kecil
Yang tak bisa bersikap dewasa
Tak masuk dalam kriteria pria idamanku
Namun apalah daya
Jika cinta sudah berbicara
Tak ada sesuatupun yang bisa menampiknya
Kini, senyumnya selalu membekas di ruang memoriku
Tatapannya mendebarkan hatiku
Meski sampai sekarang dia tetap tidak tahu
Benarlah kata Tere Liye
Penulis idolaku itu
Cinta yang suci itu ialah cinta yang dijaga
Dipendam meski sakit luar biasa
Hingga menemukan muaranya pada sebuah akad nikah
Cinta yang selalu membekas di kenanganku
Ialah kepada pria majalengka sang ketua paskibra
Dan lelaki Jamblang yang kini kuliah di Bandung, seniorku dulu di ekskul jurnalis
Dimana cintaku pada mereka selalu dipendam dalam hati
Sedangkan pria bogor, lelaki sukabumi, maupun bujang tegal gubug.
Yang terang-terangan mengungkapkan rasa
Dan hasrat mereka tuk milikiku
Tak satupun dari mereka yang mampu menggoreskan kenangan di prasasti hatiku
Dan kini, hatiku terikat padanya
Pada pria yang memiliki senyum termanis itu
Biarkanlah aku tetap memendamnya
Agar cinta ini tetap terasa keindahannya
Aku tak ingin mengungkapkannya
Jika hanya akan merusak keindahannya saja
Mungkin ketika kami nanti akan berpisah
Akan kuungkapkan semua padanya
Namun kini
Biarkanlah aku menikmati rindu yang berlagu untuknya
Debaran yang menderu saat menyebut namanya
Aku jatuh cinta
Dan aku memilih untuk merahasiakannya
^_^

Komentar

  1. Suit Suit suit
    ketika sebuah rasa berdiri dengan tegak.
    Dan kita mencoba menghalangi. Seperti tarik ulur waktu yang tak berujung.
    begitulah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngomong apa vey? aku gak ngerti maksudmu. bahasamu terlalu tinggi hahaha :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW CERPEN “ SALAWAT DEDAUNAN “

Review Film Hamari Adhuri Kahani

Quote dari Buku Sang Alkemis Paulo Coelho