Fiksimini: Rara & Rando
Rara melangkah pelan menyusuri jembatan yang menuju ke arah rumahnya.
Di ujung jembatan, terlihat Rando yang masih mengenakan seragam
sekolah, berdiri termangu seolah menunggu seseorang. Melihat kehadiran
Rando, Rara semakin melambatkan langkahnya. Rando memandang ke arah
Rara.
"Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Rando. Rara mengangguk.
Dua menit kemudian, keduanya telah berdiri di depan pagar jembatan dengan jarak satu meter yang memisahkan mereka.
"Ibuku menelepon, memintaku untuk pulang ke Kalimantan."
Rara terbelalak. "Kamu akan meninggalkan Jawa?" pertanyaan Rara dijawab anggukan pelan Rando.
"Aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Saat pertamakali datang ke sini, yang ada dalam pikiranku hanyalah bagaimana caranya aku bisa mendapatkan semua keinginanku, dan meningkatkan kemampuanku dengan mengalahkan semua orang yang kuanggap sainganku, termasuk kawu. Tapi kamu, kamu selalu melakukan yang terbaik untuk menolong orang lain, mengkhawatirkan mereka, dan selalu memikirkan perasaan orang lain sebelum bertindak. Kamu punya semua hal yang tak kumiliki."
"Itu tidak benar. Kamu adalah orang yang selalu bekerja keras dan pantang menyerah dalam keadaan apapun. Kamu mengajariku untuk selalu bersikap tenang dalam menghadapi masalah, sehingga bisa mencari solusi, kamu. . ."
"Terimakasih." Rando memotong. "Aku pergi. Selamat tinggal." Rando berlari pergi meninggalkan Rara seorang diri.
Rara terhenyak. "Rando! Tunggu! Aku. . .aku. . ." Rara tak melanjutkan ucapannya, Rando telah hilang dari pandangannya.
Rando terus berlari tanpa menoleh pada Rara, karena Rando tahu persis, ia tidak akan sanggup untuk pergi jika melihat wajah manis Rara sekali lagi. Hatinya telah tertambat pada gadis itu, entah sejak kapan.
Sementara itu, Rara berjongkok di pinggir jembatan. Ia menangis sesenggukan.
"Kenapa kamu pergi, Rando. Aku belum bilang makasih untuk semua yang kau lakukan padaku, aku belum bilang kalau aku mencintaimu." Rara membenamkan wajahnya diantara kedua kakinya.
-end
"Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Rando. Rara mengangguk.
Dua menit kemudian, keduanya telah berdiri di depan pagar jembatan dengan jarak satu meter yang memisahkan mereka.
"Ibuku menelepon, memintaku untuk pulang ke Kalimantan."
Rara terbelalak. "Kamu akan meninggalkan Jawa?" pertanyaan Rara dijawab anggukan pelan Rando.
"Aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Saat pertamakali datang ke sini, yang ada dalam pikiranku hanyalah bagaimana caranya aku bisa mendapatkan semua keinginanku, dan meningkatkan kemampuanku dengan mengalahkan semua orang yang kuanggap sainganku, termasuk kawu. Tapi kamu, kamu selalu melakukan yang terbaik untuk menolong orang lain, mengkhawatirkan mereka, dan selalu memikirkan perasaan orang lain sebelum bertindak. Kamu punya semua hal yang tak kumiliki."
"Itu tidak benar. Kamu adalah orang yang selalu bekerja keras dan pantang menyerah dalam keadaan apapun. Kamu mengajariku untuk selalu bersikap tenang dalam menghadapi masalah, sehingga bisa mencari solusi, kamu. . ."
"Terimakasih." Rando memotong. "Aku pergi. Selamat tinggal." Rando berlari pergi meninggalkan Rara seorang diri.
Rara terhenyak. "Rando! Tunggu! Aku. . .aku. . ." Rara tak melanjutkan ucapannya, Rando telah hilang dari pandangannya.
Rando terus berlari tanpa menoleh pada Rara, karena Rando tahu persis, ia tidak akan sanggup untuk pergi jika melihat wajah manis Rara sekali lagi. Hatinya telah tertambat pada gadis itu, entah sejak kapan.
Sementara itu, Rara berjongkok di pinggir jembatan. Ia menangis sesenggukan.
"Kenapa kamu pergi, Rando. Aku belum bilang makasih untuk semua yang kau lakukan padaku, aku belum bilang kalau aku mencintaimu." Rara membenamkan wajahnya diantara kedua kakinya.
-end
Komentar
Posting Komentar