Tentang Penulis Idolaku
pengen update blog
tapi bingung mau nulis apa, pengen nulis tentang Mahasiswa Mengabdi aka IGTF bahannya masih berserakan di catatanku. baiknya aku tulis saja tentang opiniku mengenai penulis idolaku. Tere liye.
Sekilas Tentang Tere LIye
dia adalah seorang penulis, LAKI-LAKI, bernama asli Darwis. gaya penulisannya yang begitu mendayu-dayu membuat banyak orang tertipu sehingga menyangka dia adalah seorang perempuan. pertama aku baca tulisannya adalah Hafalan SHalat Delisa, yang sukses bikin aku nangis sampe dadaku terasa sesak. meski ketika difilmkan malah jadi mengecewakan.
sebelum mengagumi dan mengidolakan tere liye, aku sempat kepincut sama Andrea HIrata, dengan tetralogi laskar pelanginya, juga Habiburrahman EL Shirazy dengan novel2 islaminya. tapi kemudian kedua penulis itu aku tinggalkan. aku bosan dengan gaya penulisan Andrea HIrata yang itu-itu aja, juga novel2nya kang abik yang monoton tema serta gaya penceritaan yang tak variatif. di setiap novelnya kang abik terlalu mengagungkan kesucian, sehingga yang akhirnya happy ending dg tokoh utama adalah mereka yang selalu menjaga kesucian. gak buruk sih, hanya terkesan monoton. setelah membaca semua novelnya seperti AAC, KCB1&2, Pudarnya Pesona Cleopatra, Dalam Mihrab Cinta, BUmi Cinta, dan Cinta SUci Zahrana. aku meninggalkan kang abik, maksudku meninggalkan adalah aku tak ingin lagi membaca karya-karyanya. jalan ceritanya mudah ditebak setelah aku banyak membaca karyanya. aku memang bukan siapa-siapa, hanya seorang gadis biasa yang tergila-gila dengan novel. tapi tentunya jika kang abik lebih variatif dalam meramu cerita, mungkin aku akan tetap setia menjadi pengagumnya. dan mungkin juga diluar sana banyak pula pembaca sepertiku yang mulai ikut meninggalkan beliau karena tak bisa lagi menghadirkan karya yang monumental, sekarang bila aku jalan2 ke gramedia, aku hampir tak pernah lagi melihat karya beliau terpampang di salah satu raknya. (aku sempet keliling gramedia sejakarta untuk mencari sebuah buku langka, dan di kesemuanya aku tak melihat satupun buku karyanya)
persaingan di dunia literasi makin memanas, munculnya penulis-penulis baru yang terus bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun tentunya harus menjadi pertimbangan para penulis senior untuk lebih meningkatkan kualitas dan variasi tulisannya agar tidak ditinggalkan pembaca.
kembali ke Tere LIye,
hampir semua bukunya sudah pernah kubaca, Hafalan Shalat Delisa (aku pinjam pada temanku saat kelas tiga SMA) Moga BUnda di Sayang Allah (aku pinjam di Serikat Mahasiswa ketika semester satu), Rembulan tenggelam di Wajahmu, (aku pinjam pada teman sekelasku) Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin, (aku beli bajakan, tapi karena kesal dengan endingnya, selesai kubaca langsung kuberikan pada temanku yang juga penggemar Tere LIye), Bidadari-Bidadari SUrga (kubeli di islamic bookfair, buku tere liye pertama yang kumiliki sendiri, bukan meminjam) kemudian aku sempat membeli Aku,Kau dan Sepucuk Angpau Merah & Ayahku bukan Pembohong melalui temanku yang jual bajakan. cukup mengecewakan karena banyak halaman yang hilang. lalu Negeri Para Bedebah dan Berjuta Rasanya yang kubeli di tbodelisa.blogspot.com sehingga bisa dapat tanda tangan asli tere liye. dan yang terakhir adalah Negeri di Ujung Tanduk, kubeli kemarin di gramedia Kuningan City seharga 5000 (karena aku pake voucher 50.000 hehehe)
Aku suka Tere LIye karena dia selalu menunjukkan bahwa dalam setiap kejadian kecil dalam kehidupan kita yang kadang tidak kita perhatikan, ternyata ada hal besar yang berhubungan langsung dengan kehidupan kita. buku-buku pertamanya tere liye kerapkali berhubungan dengan dimensi metafisik. aku suka salah satu kalimatnya yang ia ucapkan ketika bedah buku BBS di SMA Ciliitan beberapa tahun lalu bahwa '' Kemuliaan takkan pernah tertukar" bisa jadi seorang ibu rumah tangga biasa kemuliaannya melebihi seorang kyai yang memiliki pengikut ribuan banyaknya.
kebanyakan novel tere liye berbicara tentang kehidupan, kemanusiaan, dan pelajaran makna hidup yang kadang luput dari perhatian kita. bercirikan kisah melodrama keluarga dan sering mengangkat tema kehidupan anak jalanan. nampaknya tere liye ini suka sekali dengan anak-anak, selain fakta bahwa dia suka sekali dengan film india sampai beberapa potongan adegan di novelnya menjiplak dari salah satu adegan film india,hehehe
sukanya lagi, Tere LIye selalu mengangkat hal yang real untuk dituangkan dalam novelnya sehingga kita merasa bahwa kisah itu benar-benar ada. bukan fiksi dengan imajinasi yang menjulang tinggi hingga kita merasa tak sanggup menjangkaunya. selain itu, sebelum menulis tere liye juga melakukn riset yang mendalam sehingga cerita di novelnya seolah TERPAMPANG NYATA di hadapan kita.(hehe, minjem istilahnya syahrini :D)
dua novel terbarunya, yakni Negeri Para BEdebah dan Negeri di Ujung Tanduk benar-benar belokan tajam dari tere liye. dia yang biasanya menulis tentang drama kehidupan, di novel ini sungguh meninggalkan citranya sebgai penulis cengeng yang selalu membuat pembaca menangis. membaca dua karyanya ini seperti menonton film thriller yang tak mau kehilangan satu momen pun. aku tak bisa berhenti membaca hingga lembar terakhir, bahkan ketika lembar terakhir berhasil aku selesaikan aku merasa kehilangan sesuatu, seolah tak rela bahwa cerita itu telah berakhir dan berharap ada kelanjutannya.
tentunya ini lompatan besar bagi seorang tere liye, dari seorang penulis cerita drama kehidupan keluarga, kemudian beralih ke romance, kini malah beralih ke novel menegangkan seperti NPB dan NDUT. inilah yang membuatku tak bisa meninggalkannya hehehe.
Tere Liye memang pintar melihat pasar, ia tak kaku untuk tetap bertahan dengan gaya tulisannya yang biasa demi menjaga citra sebagai penulis drama kehidupan. ketika tren pembaca sedang menyukai kisah2 romance, dia mengeluarkan novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, serta Aku Kau dan Sepucuk Angpau Merah. kemudian ketika buku2 motivasi sedang merajai rak best seller dia menelurkan buku Berjuta Rasanya dan Sepotong Hati yang Baru. setelah itu, melihat kondisi carut marutnya negeri ini dengan perpolitikan dan kasus korupsi, dia menulis Negeri Para Bedebah dan Negeri DI Ujung Tanduk yang mengambil inspirasi dari kasus Bank Century dan figur Jokowi sebagai pemimpin yang mumpuni di dua novel tersebut.
tentunya fleksibilitas tere liye dalam menulis membuat pembacanya semakin bertambah dari waktu ke waktu dan aku tetap setia menjadi penggemarnya. hehehe. kalo saja dia tetap bertahan dg menulis ttg drama2 kehidupan mungkin aku jjuga akan meninggalkannya seperti aku meninggalkan kang abik.
tak ada gading yang tak retak. demikian pula halnya tere liye. sebagai penulis drama kehidupan, tere liye kurang piawai dalam menulis kisah romance. aku bisa berkata begitu karena ku telah banyak membaca kisah romance berbagai genre dari berbagai negera, secara aku kan penggila romance, hehe. novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin memiliki ending yang sungguh menyebalkan. sampai-sampai aku email ke tere liyenya dan mengatakan kekesalanku itu padanya (waktu itu dia belum punya fanpage di fb kayak sekarang). Dia hanya tertawa dan mengatakan padaku bahwa jika pembaca melemparkan buku tersebut setelah membacanya berarti tujuan penulisan novel itu berhasil, karena di dalam novel pun kadang khayalan tak seindah kenyataan. wuih, jleb banget tuh kata2nya, aku sampe speechless dibuatnya. kemudian ada Kau,Aku dan Sepucuk Angpau merah. sebagai sebuah novel romance, bagiku novel ini kurang dapat menghadirkan rasa geregetan yang biasanya ada dalm kisah romance, rasa berbunga-bunga dan tersipu juga bahagia tak bisa dimunculkan dalam novel ini, padahal seharusnya sebuah novel romance bisa menghadirkan semua perasaan itu di hati pembacanya.
kemudian, film2 yang diangkat dari novelnya semuanya mengecewakan. tere liye kurang jeli dalam memilih produser dan sutradara sehingga membuat karya masterpiecenya hanya menjadi sampah di bioskop, gak ada bedanya dg ftv yang tampil tiap pagi di SCTV
Tere Liye tetaplah seorang manusia biasa, aku tak memujanya seperti seorang dewa yang begitu diagung-agungkan. aku menggemari karyanya, hanya sebatas sebagai pembaca. aku pengikut dan liker setia di pagenya, namun aku tak selalu setuju dengan apa yang dikatakannya.
sekian untuk hari ini.
sampai ketemu di postingan selanjutnya :D
tapi bingung mau nulis apa, pengen nulis tentang Mahasiswa Mengabdi aka IGTF bahannya masih berserakan di catatanku. baiknya aku tulis saja tentang opiniku mengenai penulis idolaku. Tere liye.
Sekilas Tentang Tere LIye
dia adalah seorang penulis, LAKI-LAKI, bernama asli Darwis. gaya penulisannya yang begitu mendayu-dayu membuat banyak orang tertipu sehingga menyangka dia adalah seorang perempuan. pertama aku baca tulisannya adalah Hafalan SHalat Delisa, yang sukses bikin aku nangis sampe dadaku terasa sesak. meski ketika difilmkan malah jadi mengecewakan.
sebelum mengagumi dan mengidolakan tere liye, aku sempat kepincut sama Andrea HIrata, dengan tetralogi laskar pelanginya, juga Habiburrahman EL Shirazy dengan novel2 islaminya. tapi kemudian kedua penulis itu aku tinggalkan. aku bosan dengan gaya penulisan Andrea HIrata yang itu-itu aja, juga novel2nya kang abik yang monoton tema serta gaya penceritaan yang tak variatif. di setiap novelnya kang abik terlalu mengagungkan kesucian, sehingga yang akhirnya happy ending dg tokoh utama adalah mereka yang selalu menjaga kesucian. gak buruk sih, hanya terkesan monoton. setelah membaca semua novelnya seperti AAC, KCB1&2, Pudarnya Pesona Cleopatra, Dalam Mihrab Cinta, BUmi Cinta, dan Cinta SUci Zahrana. aku meninggalkan kang abik, maksudku meninggalkan adalah aku tak ingin lagi membaca karya-karyanya. jalan ceritanya mudah ditebak setelah aku banyak membaca karyanya. aku memang bukan siapa-siapa, hanya seorang gadis biasa yang tergila-gila dengan novel. tapi tentunya jika kang abik lebih variatif dalam meramu cerita, mungkin aku akan tetap setia menjadi pengagumnya. dan mungkin juga diluar sana banyak pula pembaca sepertiku yang mulai ikut meninggalkan beliau karena tak bisa lagi menghadirkan karya yang monumental, sekarang bila aku jalan2 ke gramedia, aku hampir tak pernah lagi melihat karya beliau terpampang di salah satu raknya. (aku sempet keliling gramedia sejakarta untuk mencari sebuah buku langka, dan di kesemuanya aku tak melihat satupun buku karyanya)
persaingan di dunia literasi makin memanas, munculnya penulis-penulis baru yang terus bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun tentunya harus menjadi pertimbangan para penulis senior untuk lebih meningkatkan kualitas dan variasi tulisannya agar tidak ditinggalkan pembaca.
kembali ke Tere LIye,
hampir semua bukunya sudah pernah kubaca, Hafalan Shalat Delisa (aku pinjam pada temanku saat kelas tiga SMA) Moga BUnda di Sayang Allah (aku pinjam di Serikat Mahasiswa ketika semester satu), Rembulan tenggelam di Wajahmu, (aku pinjam pada teman sekelasku) Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin, (aku beli bajakan, tapi karena kesal dengan endingnya, selesai kubaca langsung kuberikan pada temanku yang juga penggemar Tere LIye), Bidadari-Bidadari SUrga (kubeli di islamic bookfair, buku tere liye pertama yang kumiliki sendiri, bukan meminjam) kemudian aku sempat membeli Aku,Kau dan Sepucuk Angpau Merah & Ayahku bukan Pembohong melalui temanku yang jual bajakan. cukup mengecewakan karena banyak halaman yang hilang. lalu Negeri Para Bedebah dan Berjuta Rasanya yang kubeli di tbodelisa.blogspot.com sehingga bisa dapat tanda tangan asli tere liye. dan yang terakhir adalah Negeri di Ujung Tanduk, kubeli kemarin di gramedia Kuningan City seharga 5000 (karena aku pake voucher 50.000 hehehe)
Aku suka Tere LIye karena dia selalu menunjukkan bahwa dalam setiap kejadian kecil dalam kehidupan kita yang kadang tidak kita perhatikan, ternyata ada hal besar yang berhubungan langsung dengan kehidupan kita. buku-buku pertamanya tere liye kerapkali berhubungan dengan dimensi metafisik. aku suka salah satu kalimatnya yang ia ucapkan ketika bedah buku BBS di SMA Ciliitan beberapa tahun lalu bahwa '' Kemuliaan takkan pernah tertukar" bisa jadi seorang ibu rumah tangga biasa kemuliaannya melebihi seorang kyai yang memiliki pengikut ribuan banyaknya.
kebanyakan novel tere liye berbicara tentang kehidupan, kemanusiaan, dan pelajaran makna hidup yang kadang luput dari perhatian kita. bercirikan kisah melodrama keluarga dan sering mengangkat tema kehidupan anak jalanan. nampaknya tere liye ini suka sekali dengan anak-anak, selain fakta bahwa dia suka sekali dengan film india sampai beberapa potongan adegan di novelnya menjiplak dari salah satu adegan film india,hehehe
sukanya lagi, Tere LIye selalu mengangkat hal yang real untuk dituangkan dalam novelnya sehingga kita merasa bahwa kisah itu benar-benar ada. bukan fiksi dengan imajinasi yang menjulang tinggi hingga kita merasa tak sanggup menjangkaunya. selain itu, sebelum menulis tere liye juga melakukn riset yang mendalam sehingga cerita di novelnya seolah TERPAMPANG NYATA di hadapan kita.(hehe, minjem istilahnya syahrini :D)
dua novel terbarunya, yakni Negeri Para BEdebah dan Negeri di Ujung Tanduk benar-benar belokan tajam dari tere liye. dia yang biasanya menulis tentang drama kehidupan, di novel ini sungguh meninggalkan citranya sebgai penulis cengeng yang selalu membuat pembaca menangis. membaca dua karyanya ini seperti menonton film thriller yang tak mau kehilangan satu momen pun. aku tak bisa berhenti membaca hingga lembar terakhir, bahkan ketika lembar terakhir berhasil aku selesaikan aku merasa kehilangan sesuatu, seolah tak rela bahwa cerita itu telah berakhir dan berharap ada kelanjutannya.
tentunya ini lompatan besar bagi seorang tere liye, dari seorang penulis cerita drama kehidupan keluarga, kemudian beralih ke romance, kini malah beralih ke novel menegangkan seperti NPB dan NDUT. inilah yang membuatku tak bisa meninggalkannya hehehe.
Tere Liye memang pintar melihat pasar, ia tak kaku untuk tetap bertahan dengan gaya tulisannya yang biasa demi menjaga citra sebagai penulis drama kehidupan. ketika tren pembaca sedang menyukai kisah2 romance, dia mengeluarkan novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, serta Aku Kau dan Sepucuk Angpau Merah. kemudian ketika buku2 motivasi sedang merajai rak best seller dia menelurkan buku Berjuta Rasanya dan Sepotong Hati yang Baru. setelah itu, melihat kondisi carut marutnya negeri ini dengan perpolitikan dan kasus korupsi, dia menulis Negeri Para Bedebah dan Negeri DI Ujung Tanduk yang mengambil inspirasi dari kasus Bank Century dan figur Jokowi sebagai pemimpin yang mumpuni di dua novel tersebut.
tentunya fleksibilitas tere liye dalam menulis membuat pembacanya semakin bertambah dari waktu ke waktu dan aku tetap setia menjadi penggemarnya. hehehe. kalo saja dia tetap bertahan dg menulis ttg drama2 kehidupan mungkin aku jjuga akan meninggalkannya seperti aku meninggalkan kang abik.
tak ada gading yang tak retak. demikian pula halnya tere liye. sebagai penulis drama kehidupan, tere liye kurang piawai dalam menulis kisah romance. aku bisa berkata begitu karena ku telah banyak membaca kisah romance berbagai genre dari berbagai negera, secara aku kan penggila romance, hehe. novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin memiliki ending yang sungguh menyebalkan. sampai-sampai aku email ke tere liyenya dan mengatakan kekesalanku itu padanya (waktu itu dia belum punya fanpage di fb kayak sekarang). Dia hanya tertawa dan mengatakan padaku bahwa jika pembaca melemparkan buku tersebut setelah membacanya berarti tujuan penulisan novel itu berhasil, karena di dalam novel pun kadang khayalan tak seindah kenyataan. wuih, jleb banget tuh kata2nya, aku sampe speechless dibuatnya. kemudian ada Kau,Aku dan Sepucuk Angpau merah. sebagai sebuah novel romance, bagiku novel ini kurang dapat menghadirkan rasa geregetan yang biasanya ada dalm kisah romance, rasa berbunga-bunga dan tersipu juga bahagia tak bisa dimunculkan dalam novel ini, padahal seharusnya sebuah novel romance bisa menghadirkan semua perasaan itu di hati pembacanya.
kemudian, film2 yang diangkat dari novelnya semuanya mengecewakan. tere liye kurang jeli dalam memilih produser dan sutradara sehingga membuat karya masterpiecenya hanya menjadi sampah di bioskop, gak ada bedanya dg ftv yang tampil tiap pagi di SCTV
Tere Liye tetaplah seorang manusia biasa, aku tak memujanya seperti seorang dewa yang begitu diagung-agungkan. aku menggemari karyanya, hanya sebatas sebagai pembaca. aku pengikut dan liker setia di pagenya, namun aku tak selalu setuju dengan apa yang dikatakannya.
sekian untuk hari ini.
sampai ketemu di postingan selanjutnya :D
aku belom baca karya-karyanya Tere Liye :D
BalasHapusgood
BalasHapus