{ Fiksimini } Apa aku salah?
Gamang kaki kinan melangkah menuju ruang sekretariat Buletin, entah kenapa perasaannya tak enak. Sesampainya disana ia mendapati tatapan ketua Buletin Fandy, yang tak ramah dan juga Nina sekertaris Mading yang menatap sinis terhadapnya.
“ Ini dia si penghianat dateng,” kata Nina ketus.
Kinan mengeryitkan kening.
“ Kinan, kenapa kamu nampangin tulisan kamu yang dimuat di majalah KIR di mading kita? Mau promosi tulisan kamu atau promosi ekskul lain?“ tanya Nina.
“ Udah, Nin. Biarin aja. Dia ini emang ular berkepala dua, disana menjilat disini juga menjilat,”sahut Fandy.
“ Fan, Nin, aku gak pernah bermaksud promosiin ekskul lain di mading kita. Aku cuma berpikir tulisanku yang dimuat di majalah KIR bagus buat info di mading kita,” Kinan berusaha menjelaskan.
“ Tapi seharusnya kamu tahu bahwa mading kita hanya untuk info anak-anak Buletin dan kegiatan sekolah, bukannya nampilin majalah KIR di mading. Ternyata kamu emang cuma setengah hati ya disini, kamu mau membandingkan Buletin sama KIR? Kita butuh orang yang berdedikasi di ekskul ini, bukan orang yang tak mampu menghargai Buletin apalagi promosiin ekskul lain di mading. Jangan jadi iblis deh disini!”
“ Fan, sumpah. Aku gak pernah berniat begitu. Kamu salah paham. Ok, aku emang seneng karna tulisanku dimuat di majalah KIR, aku cuma pengen share aja di mading.”
Fandy dan Nina diam tak menanggapi ucapan Kinan.
“ Ok, sekarang juga aku akan robek majalah KIR di mading kita.”
Kinan mengambil kunci mading dan bergegas ke mading di depan kantin sekolah, Ia membuka kotak mading dan merobek lembaran majalah KIR yang memuat tulisannya tentang persamaan karma dalam agama Budha dengan Azab dalam Agama Islam. Airmatanya menetes.
“ Kinan…”
Kinan menoleh, terlihat Rara berdiri di belakangnya.
“ Aku denger semuanya apa yang kalian bicarakan di ruang Buletin. Kamu jangan masukin hati ya, tadi aku udah bilang ke mereka bahwa mereka keterlaluan.”
“ Aku ngerti kalo aku salah, tapi mereka kan bisa ngingetin dengan cara baik-baik,” Kinan memandangi lembaran majalah KIR ditangannya.
“ Aku suka menulis, dan aku ingin mengembangkan diri gak hanya menulis fiksi tapi juga ilmiah. Karena itu aku gabung di ekskul Karya Ilmiah Remaja, apa itu salah?”
Rara tersenyum, ia berusaha menenangkan Kinan. Tak lama kemudian Fandy dan Nina datang menghampiri mereka.
“ Kinan, maaf ya tadi kami keterlaluan. Rara udah nyadarin kami, tapi kamu tetap gak boleh nampangin ekskul lain di mading kita. Hehe… ” ucap Nina.
Kinan mengangguk pelan, Nina memeluknya. Fandy menyalami Kinan. Mereka berbaikan kembali.
“ Ini dia si penghianat dateng,” kata Nina ketus.
Kinan mengeryitkan kening.
“ Kinan, kenapa kamu nampangin tulisan kamu yang dimuat di majalah KIR di mading kita? Mau promosi tulisan kamu atau promosi ekskul lain?“ tanya Nina.
“ Udah, Nin. Biarin aja. Dia ini emang ular berkepala dua, disana menjilat disini juga menjilat,”sahut Fandy.
“ Fan, Nin, aku gak pernah bermaksud promosiin ekskul lain di mading kita. Aku cuma berpikir tulisanku yang dimuat di majalah KIR bagus buat info di mading kita,” Kinan berusaha menjelaskan.
“ Tapi seharusnya kamu tahu bahwa mading kita hanya untuk info anak-anak Buletin dan kegiatan sekolah, bukannya nampilin majalah KIR di mading. Ternyata kamu emang cuma setengah hati ya disini, kamu mau membandingkan Buletin sama KIR? Kita butuh orang yang berdedikasi di ekskul ini, bukan orang yang tak mampu menghargai Buletin apalagi promosiin ekskul lain di mading. Jangan jadi iblis deh disini!”
“ Fan, sumpah. Aku gak pernah berniat begitu. Kamu salah paham. Ok, aku emang seneng karna tulisanku dimuat di majalah KIR, aku cuma pengen share aja di mading.”
Fandy dan Nina diam tak menanggapi ucapan Kinan.
“ Ok, sekarang juga aku akan robek majalah KIR di mading kita.”
Kinan mengambil kunci mading dan bergegas ke mading di depan kantin sekolah, Ia membuka kotak mading dan merobek lembaran majalah KIR yang memuat tulisannya tentang persamaan karma dalam agama Budha dengan Azab dalam Agama Islam. Airmatanya menetes.
“ Kinan…”
Kinan menoleh, terlihat Rara berdiri di belakangnya.
“ Aku denger semuanya apa yang kalian bicarakan di ruang Buletin. Kamu jangan masukin hati ya, tadi aku udah bilang ke mereka bahwa mereka keterlaluan.”
“ Aku ngerti kalo aku salah, tapi mereka kan bisa ngingetin dengan cara baik-baik,” Kinan memandangi lembaran majalah KIR ditangannya.
“ Aku suka menulis, dan aku ingin mengembangkan diri gak hanya menulis fiksi tapi juga ilmiah. Karena itu aku gabung di ekskul Karya Ilmiah Remaja, apa itu salah?”
Rara tersenyum, ia berusaha menenangkan Kinan. Tak lama kemudian Fandy dan Nina datang menghampiri mereka.
“ Kinan, maaf ya tadi kami keterlaluan. Rara udah nyadarin kami, tapi kamu tetap gak boleh nampangin ekskul lain di mading kita. Hehe… ” ucap Nina.
Kinan mengangguk pelan, Nina memeluknya. Fandy menyalami Kinan. Mereka berbaikan kembali.
Komentar
Posting Komentar