AL FARABI
Pendahuluan
Al Farabi adalah salah satu Filosof muslim yang terkenal pada masanya , Ia telah menciptakan suatu sistem filsafat yang lengkap dan telah memainkan peranan yang penting dalam dunia islam , seperti peranan Plotinus bagi dunia barat . Al Farabi menjadi guru bagi Ibnu Sina , Ibnu Rusyd , dan filosof – filosof islam lain yang datang sesudahnya . Dia mendapat gelar sebagai “ Guru Kedua “ sebagai kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat gelar “ Guru Pertama ” .[1]
1. Riwayat Hidup dan Rihlah Ilmiah Al Farabi
Al Farabi nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Auzalagh . Ia dilahirkan di Wasij , di distrik Farab , Turkistan sekitar tahun 257 H / 870 M . Dan Wafat di Damaskus pada Desember 950 M. Ayahnya seorang Jenderal berkebangsaan Persia dan Ibunya berkebangsaan Turki[2].
Orang Arab menamakan Al Farabi sebagai Guru Kedua , ( Al Muallimuts-tsani ), karena mereka memandang Aristoteles sebagai Guru Pertama ( Al Muallimul awwal. ) Disamping belajar bahasa Turki dan Persia , ia juga belajar bahasa Arab dan memakai bahasa Arab dalam pergaulan sehari – hari sebagaimana ia mengamalkan ajaran islam yang di peluknya .
Menurut beberapa Literatur , pada usia 40 tahun Al Farabi pergi ke Baghdad . Ia tertarik pada Baghdad karenas emaraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di kota itu . Di sana ia belajar logika dan filsafat pada seorang Kristen bernama Abu Bisyr Mattius bin Yunus dan menjadi lebih mahir dari gurunya . Besar sekali kemungkinan karena kemampuannya itulah ia disebut sebagai Guru Kedua , atau mungkin karena ia orang pertama yang memasukkan ilmu semantik dalam kebudayaan Arab .Sama halnya dengan Aristoteles yang disebut sebagai Guru Pertama , karena ia orang pertama yang menciptakan ilmu semantik .[3]
Ketika di Baghdad , Al Farabi belajar kaidah – kaidah Bahasa Arab kepada Abu Bakar Al-Sarraj dan ilmu semantik pada Abu Bisyr Mattius bin Yunus . Kemudian , ia pindah ke Harran , pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil dan berguru kepada Yuhanna ibnu Jailan . Tak berapa lama kemudian ia kembali ke Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat . Selama di Baghdad ia banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi , mengajar ,mengarang , dan mengulas buku – buku Filsafat . Pada tahun 330 H / 945 M , ia pindah ke Damaskus dan berkenalan dengan Saif Al – Daulah Al Hamdani , Sultan Dinasti Hamdan di Aleppo . Sultan terkesan dengan kealiman dan intelektualitas Al Farabi , lalu diajaknya pindah ke Aleppo dan diberi kedudukan yang baik . Akhirnya pada bulan Desember 950 M , Filosof muslim besar ini menghembuskan napasnya yang terakhir di Damaskus dalam usia 80 tahun[4] .
Murid Al Farabi yang disebutkan namanya , hanya teolog sekaligus filosof Jacobite Yahya ibn Adi’ (w. 975) dan saudara Yahya ,yaitu Ibrahim . Yahya menerjemahkan karya – karya Yunani dari Bahasa Suryani ke Bahasa Arab . Yahya sendiri menjadi guru logika yang terkemuka [5]
Karya Tulis Al Farabi :
Ø Al-Jam’ bain ra’yai al – Hakimain
Ø Tahshil Al-Sa’adat
Ø Risalat fi Isbat al-Mufaraqat
Ø Maqalat fi Aghradh ma ba’d al thabi’at
Ø ‘Uyun al-Masa’il
Ø A’ra ahl al-Madinat al-fadhilat
Ø Maqalat fi Ma’any al-aql
Ø Ihsha al-ulum
Ø Fushul al Hukum
Ø Al-Siyasat al-Madaniyat
Ø Risalat al aql
2. Filsafat Al Farabi
a. Rekonsiliasi Filsafat dan Agama
Al Farabi berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam – amacam itu hakikatnya hanya satu , yaitu sama-sama mencari kebenaran yang satu . Karena tujuan filsafat ialah memikirkan kebenaran , sedangkan kebenaran itu hanya satu macam dan serupa pada hakikatnya .
Menurut Al Farabi, para filosof muslim meyakini Alqur’an dan Hadis adalah hak dan benar , dan filsafat juga adalah benar . Kebenaran itu tidak boleh lebih dari satu . Justru itu ia tegaskan bahwa keduanya tidaklah bertentangan , bahkan mesti cocok dan serasi karena sumber keduanya sama – sama dari Akal Aktif , hanya berbeda cara memperolehnya
Bagi filosof perantaraannya Akal Mustafad , sedangkan dalam agama perantaraan wahyu disampaikan kepada Nabi – Nabi . Filsafat memikirkan kebenaran dan agama menjelaskan kebenaran . oleh karena itu , kata Al Farabi ,tidaklah berebda kebenaran yang disampaikan oleh pada Nabi dengan kebenaran yang diajukan oleh para Filosof , antara ajaran Islam dan Filsafat Yunani . Namun , bukan berarti Al Farabi menerima kelebihan filsafat daripada Agama[6] .
b. Filsafat Ketuhanan
Al Farabi dalam pembahasan tentang ketuhanan mengkompromikan antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme , yakni Al-maujud al-awwal (Wujud Pertama ) sebagai sebab pertama bagi segala yang ada . Konsep ini tidak bertentangan dengan keesaan yang mutlak dalam ajaran islam .
Dalam membuktikan adanya Allah , Al Farabi mengemukakan dalil Wajib al wujud dan mumkin al wujud . Menurutnya segala yang Ada ini hanya dua kemungkinan dan tidak ada alternatif ketiga , yakni Wajib Al Wujud dan mumkin al wujud .
Wajib al Wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak mesti ada , ada dengan sendirinya , karena natur-nya sendiri yang menghendaki wujudnya . Esensinya tidak dapat di pisahkan dari wujud , keduanya adalah sama dan satu . Ia adalah wujud yang sempurna dan adanya tanpa sebab dan wujudnya tidak terjadi karena lainnya . Ia ada selamanya dan tidak di dahului oleh tiada . Jika wujud ini tidak ada , makaakan timbul kemustahilan karena wujud lain untuk adanya bergantung padanya . Wajib al Wujud inilah yang di sebut Allah .
Sedangkan yang dimaksud mumkin al wujud ialah sesuatu yang sama antara berwujud dan tidaknya . Wujud ini jika diperkirakan tidak wujud , tidak mengakibatkan kemustahilan . mumkin al Wujud tidak akan berubah jadi wujud aktual tanpa adanya wujud yang menguatkan , dan yang menguatkan adanya itu bukan dirinya , melainkan Wajib Al Wujud yakni Allah . Rentetan sebab musabab ini , walaupun betapa panjang urutannya mestilah mempuanyai kesudahan , yakni Wajib al Wujud dan mustahil terjadinya istilah daur dan tasalsul[7] .
c. Filsafat Emanasi
Tampaknya Al Farabi ingin menegaskan tentang keesan Allah , bahkan melebihi Al Kindi . Allah bukan hanya di negasikan dalam arti ‘aniah dan mahiah , tetapi juga lebih jauh lagi . Allah adalah esa sehingga tidak mungkin Ia berhubungan dengan yang tidak esa atau yang banyak . Andaikan alam diciptakan secara langsung oleh Allah , maka mengakibatkan ia berhubungan dengan dengan yang tidak sempurna dan ini akan menodai keesaan-Nya , rusak tauhid ! . Oleh sebab itu , Allah hanya timbul satu , yakni Akal Pertama . Akal Pertama ini mengandung arti banyak , bukan banyak jumlah , tetapi merupakan sebab dari pluralitas . Maka dari itu , Akal Pertama berfungsi sebagai mediator antara Yang Esa dan yang banyak sehingga dapat dihindarkan langsung antara Yang Esa dan yang banyak .
Emanansionisme Al Farabi in jelas cangkokan dari doktrin Plotinus yang dikombinasikan dengan sistem kosmologi Ptalomeus sehingga menimbulkan kesan bahwa Al Farabi hanya mengalihbahasakan dari bahasa sebelumnya kedalam bahasa Arab . Emanasi melahirksn alam kadim dari segi zaman ( taqaddum zamany ) , bukan dari segi zat ( taqaddum zaty ) . Karena alam dijadikan Allah secara emanasi sejak azali tanpa diselingi waktu , namun ia sebagai hasil ciptaan , berarti baharu[8] .
Tuhan sebagai akal , berpikir tentang diri-Nya , dan dari pemikiran ini timbul suatu maujud lain . Tuhan merupakan wujud pertama , dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua yang juga mempunyai substansi . Ia disebut Akal Pertama , first intelligence , yang tak bersifat materi . Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama , dari pemikiran ini timbullah wujud ketiga , disebut akal kedua , second intelligence . Wujud kedua atau Akal Pertama itu juga berpikir tentang dirinya , dari situ timbullah Langit Pertama , first Heaven[9] . Dan seterusnya hingga Akal Kesepuluh .
Struktur emanasi Al Farabi dipengaruhi oleh temuan saintis saat itu , yakni sembilan planet dan satu bumi . Karenanya , ia membutuhkan sepuluh akal , setiap satu akal mengurusi satu planet termasuk bumi . Sekiranya Al Farabi hidup saat ini , tentu saja ia akan membutuhkan banyak sekali akal sebanyak planet yang ditemukan saintis sekarang [10].
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel emanasi Al Farabi di bawah ini[11] :
(subjek) Akal Yang Ke | Sifat | Berpikir Tentang | Keterangan | |||
Allah sebagai Wajib al-Wujud menghasilkan | Dirinya sendiri sebagai mumkin al-Wujud , menghasilkan | |||||
I II III IV V VI VII VIII IX X | Mumkin wujud Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda | Akal II Akal III Akal IV Akal V Akal VI Akal VII Akal VIII Akal IX Akal X | Langit Pertama Bintang – bintang Saturnus Yupiter Mars Matahari Venus Merkuri Bulan Bumi, roh, materi pertama yang menjadi keepat unsur : Udara , api , air dan tanah | Masing – masing akal mengurusi satu planet Akal Kese puluh tidak lagi memancarkan akal – akal berikutnya , karena kekuatannya sudah lemah | ||
d. Filsafat Kenabian
Motif lahirnya filsafat Al Farabi ini disebabkan adanya pengingkaran terhadap eksistensi kenabian secara filosofis oleh Ahmad ibnu Ishaq Al Ruwandi ( w. Akhir abad III H ) . Tokoh berkebangsaan Yahudi ini menurunkan beberapa karya tulis yang isinya mengingkari kenabian pada umumnya dan kenabian Muhammad SAW. khususnya .
Menurut Al Ruwandi , Nabi sebenarnya tidak diperlukan manusia karena Tuhan mengaruniakan manusia akal tanpa kecuali . Ajaran agama meracuni prinsip akal , mukjizat hanyalah tahayul yang menyesatkan manusia , dan Al-Qur’an bukan mukjizat .
Dalam kondisi seperti itu , Al Farabi merasa terpanggil untuk menjawab tantangan tersebut , apalagi ia segenerasi dengannya . Karena kenabian adalah asas sentral dalam agama , apabila ia telah batal , maka akibatnya membawa kebatalan pada agama itu sendiri .
Al Farabi adalah filosof muslim pertama yang mengemukakan filsafat kenabian secara lengkap , sehingga hampir tidak ada penambahan oleh filosof – filosof sesudahnya . Filsafat ini didasarkan pada psikologi dan metafisika yang erat hubungannya dengan ilmu politik dan etika .
Menurut Al Farabi , manusia dapat berhubungan dengan akal Fa’al ( Jibril ) melalui dua cara , yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imajinasi atau inspirasi ( ilham ) . Cara pertama hanya dapat dilakukan oleh para filosof yang dapat menembus alam materi dan dapat mencapai cahaya ketuhanan , sedangkan cara kedua hanya dapat di lakukan oleh Nabi .
Al Farabi menjelaskan , bila kekuatan imajinasi pada seseorang kuat sekali , objek indrawi dari luar tidak akan dapat mempengaruhinya sehingga ia dapat berhubungan dengan akal Fa’al pada waktu bangun . Dengan adanya penerimaan demikian , maka ia dapat nubuwwat terhadap perkara – perkara ketuhanan .
Jadi , ciri khas seorang nabi menurut Al Farabi ialah mempunyai daya tangkap kuat dan ketika berhubungan dengan Akal Fa’al ia dapat menerima visi dan kebenaran – kebenaran dalam bentuk wahyu . Wahyu tidak lain adalah limpahan dari Allah melalui Akal Fa’al ( Akal Kesepuluh ) yang dalam penjelasan adalah Jibril . Sementara itu , filosof dapat berkomunikasi dengan Allah melalui perolehan yang telah terlatih dan kuat daya tangkapnya sehingga sanggup menangkap hal – hal yang bersifat Abstrak murni dari Akal Kesepuluh .
Seorang Filosof hanya mempunyai akal mustafad yang derajatnya lebih rendah daripada Nabi yang mempunyai akal materiil atau hads yakni akal yang berkekuatan qudsiyat dan dapat berkomunikasi langsung dengan Akal Kesepuluh (Jibril) , akal ini hanya di anugerahkan Allah kepada Nabi . Setiap Nabi adalah Filosof , tapi tidak setiap filosof adalah Nabi . Filosof tidak akan pernah bisa menjadi Nabi karena selamanya Nabi adalah manusia pilihan Allah .
Al Farabi menekankan , kebenaran wahyu tidak bertentangan dengan pengetahuan filsafat sebab antara keduanya sama – sama didapatkan dari sumber yang sama , yakni Akal Fa’al . Mukjizat sebagai bukti kenabian , dapat terjadi dan tidak bertentangan dengan hukum alam karena mukjizat sama – sama berasal dari Akal Kesepuluh sebagai pengatur dunia ini[12] .
e. Negara Utama
Negara Utama , sebagai satu masyarakat yang sempurna ( al mujatmi’ al kamilah ) , dalam arti masyarakat yang sudah lengkap bagian – bagiannya , diibaratkan oleh Al Farabi sebagai organisme tubuh manusia yang dengan anggota yang lengkap . Masing – masing organ tubuh harus harus bekerja sesuai dengan fungsinya . Apabila salah satu organ tubuh sakit , organ tubuh yang lain akan merasakan penderitaan dan akan ikut menjaganya . Demikian pula anggota masyarakat Negara Utama , yang terdiri dari warga yang berbeda kemampuan dan fungsinya , hidup saling membantu . masing – masing dari mereka diberi pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan spesialisasi mereka .
Fungsi utama dalam Filsafat politik pemerintahan Al Farabi ini , adalah fungsi kepala negara yang serupa dengan fungsi jantung (al-qalb) di dalam tubuh manusia . Kepala Negara merupakan sumber seluruh aktivitas , sumber peraturan , dan keselarasan hidup dalam masyarakat . Yang paling ideal sebagai kepala negara adalah Nabi atau Filosof . Tugas kepala negara selain mengatur negara , juga sebagai pengajar dan pendidik terhadap anggota masyarakat yang dipimpinnya .
Al Farabi dalam filsafatnya ini menekankan pemberdayaan manusia dalam satu negara sesuai dengan spesialisasi dan kemampuannya , warga negara harus rela berkorban untuk kepentingan bersama dan juga untuk kepentingan negara . Saling membantu dan bekerjasama bukan hanya antarwarga negara , tetapi juga antara negera dan warganya . dilihat sari sisi ini berarti Al Farabi menepiskan bentuk negara kapitalisme dan sosialisme komunis .
Sifat – sifat kepala Negeri Utama yang diberikan oleh Al Farabi adalah : sehat badan , ingatan yang kuat , anggota badan sehat , kecerdasan tinggi , cepat tanggap , tutur kata yang baik , cinta ilmu dan senang mencari ilmu , jujur dan dapat dipercaya , membela keadilan , kuat kemauan , kuat cita – cita , tidak serakah , dan zuhud terhadap dunia . Syarat – syarat tersebut sebenarnya sukar terwujud bersama – sama pada diri seseorang yang diakui oleh Al Farabi sendiri .
Selain mengemukakan tentang kriteria Negeri Utama , Al Farabi juga mengungkapkan kriteria dari lawan – lawan Negeri Utama . Yakni sebagai berikut :
Negeri bodoh , ialah suatu negeri yang dimana penduduknya tidak mengenal kebahagiaan , dan kebahagiaan ini tidak pernah terlintas dalam hatinya . Kalaupun ditunjukkan atau diingatkan , maka mereka tidak mempercayainya dan tidak mencarinya , dikatakan baik menurut mereka tidak lain adalah badan sehat , cukup harta , dapat memperoleh kesenangan Materiil dan sebagainya . sedang apa yang dikatakan kesengsaraan tidak lain hanyalah kebalikan itu
Negeri Fasik , ialah suatu negeri dimana penduduknya mengenal kebahagiaan , Tuhan dan Akal Faal , seperti penduduk Negeri Utama . Akan tetapi perbuatan – perbuatan mereka sama dengan perbuatan penduduk Negeri Bodoh . Jadi mereka berbuat lain daripada yang diucapkan dan dipercayai .
Negeri yang berubah , ialah suatu negeri dimana penduduknya mula – mula mempunyai pikiran dan pendapat yang sama seperti yang dimiliki oleh penduduk negeri utama . Akan tetapi kemudian mengalami kerusakan pada pikiran dan pendapat tersebut .
Negeri sesat , ialah suatu negeri dimana penduduknya mempunyai pikiran – pikiran yang salah tentang Tuhan dan Akal Faal . Meskipun demikian kepala negara ini menganggap dirinya mendapat wahyu , kemudian ia menipu orang banyak dengan kata – kata dan perbuatannya[13] .
Penutup
Ciri yang paling khas dari tasawuf al Farabi ialah bahwa ia didasarkan atas pikiran (rasio) , bukan didasarkan atas kerohanian semata – mata yang berpangkal pada pemberantasan kesenangan – kesenangan lahiriah dari badan untuk dapat membersihkan jiwa dan mencapai kesempurnaan tertinggi . Dengan kata lain , tasawufnya bersifat teori yang ditegakkan atas pembahasan dan renungan .
Menurut Al Farabi , kesucian jiwa tidak hanya diperoleh melalui badan dan perbuatan – perbuatan badaniah semata – mata , melainkan yang pertama – tama adalah melalui pikiran dan pemikiran . Memang ada beberapa macam keutamaan yang bersifat teori maka tidak ada artinya apa – apa , dan kalau keutamaan macam kedua merupakan raja kebaikan[14] .
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi , Ahmad , MA . Pengantar Filsafat Islam , Jakarta , PT Bulan Bintang , Cet.6 , 1996.
Zar , Sirajudin , Filsafat Islam ; Filosof dan Filsafatnya , Jakarta , Rajawali Press, Cet. 1 2009.
NASUTION , HARUN , Falsafat dan Mistisisme dalam islam , cet.12 , Jakarta : Bulan Bintang , 2010 .
Yamani , Antara Al Farabi dan Khomeini;Filsafat Politik Islam , Bandung , Mizan , Cet. I ,2002.
Al-Ahwani , Dr. Ahmad Fuad , Filsafat Islam , Jakarta , Pustaka Firdaus , Cet. III , 1991 .
[1] Hanafi , Ahmad , MA . Pengantar Filsafat Islam , Jakarta , PT Bulan Bintang , Cet.6 , 1996, hal.82
[2] Sirajudin Zar , Filsafat Islam ; Filosof dan Filsafatnya , Jakarta , Rajawali Press, Cet. 1 2009, hal.65
[3] Dr. Ahmad Fuad Al-Ahwani , Filsafat Islam ,Jakarta , Pustaka Firdaus , Cet. III , 1991, hal.57
[4] Sirajudin Zar , Filsafat Islam ; Filosof dan Filsafatnya , Jakarta , Rajawali Press , Cet . I , 2009 , hal.66
[5] Yamani , Antara Al Farabi dan Khomeini;Filsafat Politik Islam , Bandung , Mizan , Cet. I ,2002,hal.55
[6] Sirajudin Zar , Filsafat Islam ; Filosof dan Filsafatnya , Jakarta , Rajawali Press, Cet. 1 2009, hal.69-70
[7] Ibid.
[8] Al Farabi ,op.cit.,hal.76-77
[9] HARUN NASUTION , Falsafat dan Mistisisme dalam islam , Jakarta : Bulan Bintang , 2010 , cet.12 , hal.16-17
[10] Sirajudin Zar , Filsafat Islam ; Filosof dan Filsafatnya , Jakarta , Rajawali Press, Cet. 1 2009, hal.78
[12] Sirajudin Zar , Filsafat Islam ; Filosof dan Filsafatnya , Jakarta , Rajawali Press, Cet. 1 2009, hal.79-81
[13] Hanafi , Ahmad , MA . Pengantar Filsafat Islam , Jakarta , PT Bulan Bintang , Cet.6 , 1996, hal.97
[14] Ibid .
Komentar
Posting Komentar